Rabu, September 27Selamat Datang di Media Warta-1, Selamat Membaca

Resiko Peraturan Terkait Tembakau Bila Diteruskan, Rokok Ilegal Akan Makin Marak

Warta-1 – Pemerintah menilai revisi Peraturan Pemerintah Nomor 109 Tahun 2012 tentang Pengamanan Bahan yang Mengandung Zat Adiktif Berupa Produk Tembakau bagi Kesehatan tidak mendesak dilakukan.

Ilustrasi rokok. (net)

Asisten Deputi Pengembangan Industri Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian, Atong Soekirman mengungkapkan, hal ini dikarenakan pemerintah saat ini tengah fokus untuk memulihan ekonomi nasional dari dampak Pandemi COVID-19.

“Jadi tidak perlu revisi PP109/2012 ini dilanjutkan, karena memang industri kita, khususnya industri hasil tembakau (IHT) yang adalah industri padat karya ada beberapa yang menggunakan banyak tenaga kerja,” kata dia dikutip Selasa dua pekan lalu.

Apalagi, dia menambahkan, IHT yang sangat berkaitan dengan PP 109/2012 tersebut tengah tertekan secara ekonomi akibat pandemi COVID-19. Maka jika aturannya berubah-ubah akan menyulitkan industri ini bergerak.

“Karena ada berbagai persepsi tadi, industri revenue, pajak untuk pembangunan, isu kesehatan, isu petani tembakau ini, kami di Kemenko Ekon (Perekonomian) tidak memandang ini urgen,” paparnya.

Atong menekankan, industri ini juga menyerap banyak tenaga kerja atau padat karya. Jika industri ini tertekan tentu akan berpengaruh juga secara langsung bagi para tenaga kerja yang terhubung dengan IHT.

Melalui Program Pemulihan Ekonomi Nasional (PEN), Atong menekankan, pemerintah saat ini juga tengah mendorong agar utilisasi sektor industri termasuk IHT kembali mengalami peningkatan. Maka peraturan yang sudah ada hanya perlu diterapkan secara baik.

Atong mengungkapkan, pada dasarnya inisiasi adanya revisi PP 109/2012 ini berasal dari Kementerian Kesehatan dan Kementerian Koordinator bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan terutama untuk menyinggung isu dari sisi kesehatan.

Namun, karena besarnya pro dan kontra dari revisi aturan yang sudah ketat itu, Atong menegaskan perlu juga diperhatikan mengenai keberlangsungan usaha dari industri-industri yang memang menjadi tulang punggung produk domestik bruto (PDB) Indonesia.

“Jadi pro dan kontranya cukup tinggi namun karena kondisi pandemi COVID dan upaya pemerintah ini sedang pemulihan ekonomi nasional kami di Kemenko Ekon memandang masih belum urgen untuk merevisi PP109 ini,” tegas Atong. 

Sementara itu Ketua Gabungan Produsen Rokok Putih Indonesia (Gaprindo) Benny Wachjudi mengatakan, pemerintah lebih baik fokus pada penanganan Covid-19 di tanah air untuk pemulihan perekonomian nasional sekaligus juga untuk menjaga kesehatan dan keselamatan bangsa.

“Pemerintah harus memastikan penegakan peraturan di lapangan karena pada praktiknya belum sepenuhnya dijalankan. Evaluasi idealnya dilakukan ketika peraturan telah ditegakkan secara optimal,” terang Benny di Jakarta, Senin (28/6/2021).

“Karena itu sudah sepantasnya pemerintah lebih memperhatikan dan mendengarkan suara dan permintaan kalangan IHT,” pintanya.

Sedangkan Ketua umum Gabungan Perserikatan Pabrik Rokok Indonesia (GAPPRI), Henry Najoan mensinyalir, jika revisi PP 109/2012 terus didesakkan, akan menambah peluang rokok ilegal semakin marak dan sulit dikendalikan.

“Jika rokok ilegal sampai tak terkendali, upaya pengendalian akan gagal, penerimaan negara pun akan sulit dicapai,” ungkapnya.

“Dengan kenaikan tarif cukai tahun 2021 ditambah situasi ekonomi yang masih sulit, peredaran rokok ilegal berpotensi kembali naik,” ujarnya. (sumber: liputan6)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *