Minggu, September 24Selamat Datang di Media Warta-1, Selamat Membaca

Ini Sebab Tingkat Konsumsi Rokok Tak Kunjung Turun

Warta-1— Upaya pemerintah untuk menurunkan konsumsi rokok di Indonesia masih terhambat oleh kebijakan cukai hasil tembakau yang tidak pro terhadap kesehatan masyarakat.

Ilustrasi rokok. (boldsky.com)

Salah satunya adalah struktur tarif cukai hasil tembakau (CHT) yang berlapis-lapis sehingga membuat harga rokok tetap terjangkau. Akibatnya, prevalensi perokok di Indonesia tergolong tinggi dan terus meningkat dari tahun ke tahun.

Direktur Kebijakan Center for Indonesia’s Strategic Development Initiatives (CISDI) Olivia Herlinda mengatakan bahwa simplifikasi struktur tarif CHT perlu dilakukan secepatnya. Simplifikasi semakin relevan di tengah situasi pandemi COVID-19, di mana negara membutuhkan dana yang lebih besar untuk program pemulihan ekonomi nasional.

“Penyederhanaan atau simplifikasi struktur tarif CHT secara bertahap akan mengurangi variasi harga rokok di pasaran, terutama yang harganya terlalu murah. Sehingga, ketika harga rokok naik, perokok tidak bisa dengan mudah berpindah ke rokok yang lebih murah, karena variasinya lebih sedikit,” ujar Olivia, Sabtu (5/6/2021).

CISDI berharap, peta jalan simplifikasi yang pernah diimplementasikan oleh pemerintah pada 2018 dapat dijalankan kembali secara bertahap. Terlebih, simplifikasi juga sudah masuk ke dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2020-2024.

“Tahun ini waktu yang paling tepat bagi pemerintah untuk melakukan simplifikasi. Karena selain membantu pengendalian konsumsi, simplifikasi golongan juga diprediksi dapat meningkatkan penerimaan negara dari cukai yang juga diperlukan untuk pemulihan ekonomi,” ujarnya.

Olivia juga memaparkan bahwa kerumitan struktur tarif cukai justru membuka peluang pabrikan besar untuk melakukan penghindaran pajak dengan membayar tarif cukai yang lebih murah.

“Struktur tarif CHT yang rumit juga membuat pengawasan oleh Bea dan Cukai lebih sulit. Selain itu rumitnya struktur tarif memungkinkan perusahaan rokok besar untuk masuk di pasaran industri kecil dengan membuat segmentasi produk dengan merek berbeda dengan jumlah produksi yang disesuaikan dengan batasan produksi di golongan tarif rendah. Akhirnya, hal ini menyebabkan perusahaan kecil semakin terpuruk juga,” katanya.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *